Yogyakarta (ANTARA News) - Aliran lahar panas Merapi perlu diwaspadai, karena hujan deras dengan curah tinggi dalam waktu lama sering terjadi, demikian diingatkan seorang petugas Teknisi Instrumen Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta.

"Warga di sepanjang aliran sungai yang berhulu di Gunung Merapi harus selalu waspada terhadap kemungkinan adanya aliran lahar panas, karena gunung tersebut sering diguyur hujan deras," kata petugas Teknisi Instrumen Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Sapari Dwiyono, di Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, hujan deras yang mengguyur Merapi sangat mungkin membawa material lahar panas ke sejumlah sungai, sehingga masyarakat diminta untuk tetap waspada.

Sapari mengumumkan melalui alat informasi di BPPTK tentang kemungkinan adanya banjir lahar panas tersebut yang mungkin terjadi di beberapa sungai seperti Kali Boyong, Kali Kuning, Kali Gendol, Kali Woro, Kali Bebeng, Kali Bedog, dan Kali Krasak.

Ia mengatakan masyarakat jangan melakukan kegiatan di sepanjang bantaran sungai-sungai tersebut karena erupsi Merapi masih tinggi.

Suhu lahar panas apabila mengalir di sepanjang sungai tersebut diperkirakan mencapai sekitar 400 derajat Celcius, dan berdasarkan informasi dari BPPTK, Kali Gendol juga hampir dipenuhi material vulkanik.

Sebelumnya, Kepala Badan Geologi R Sukhyar mengatakan bahaya utama dari erupsi Merapi adalah awan panas, dan bahaya sekundernya yaitu lahar panas, lahar dingin, serta material vulkanik lainnya.

Ia memperkirakan jumlah material vulkanik yang telah dimuntahkan oleh Gunung Merapi sejak erupsi pada 26 Oktober 2010 mencapai sekitar 11 juta meter kubik, dan apabila sungai tersebut penuh maka material vulkanik tersebut akan mengalir lebih jauh.

Sukhyar mengatakan apabila lahar panas tersebut terkena air, maka akan bisa timbul letupan-letupan kecil.

Sampai saat ini, alat seismograf yang berada di BPPTK Yogyakarta masih terus menunjukkan bahwa aktivitas seismik Gunung Merapi tetap tinggi.

Sementara itu, empat sungai yang berhulu di Gunung Merapi Kabupaten Sleman yakni Kali Gendol, Opak, Kuning dan Boyong, Kamis siang kembali dilanda banjir lahar dingin, setelah terjadi hujan deras di puncak Merapi.

Banjir lahar dingin Gunung Merapi di empat sungai tersebut mencapai cukup jauh sekitar 20 kilometer dari puncak Merapi, bahkan di Sungai Kuning aliran banjir lahar dingin sampai masuk ke lahan pertanian dan rumah warga di Dusun Grogolan, Desa Umbulmartani, Kecamatan Ngemplak.

"Air bercampur lumpur dan pasir mulai meluap lagi setelah tadi malam juga meluap dan menggenangi satu rumah dan lahan pertanian," kata Jimin (50) warga Dusun Grogolan, Umbulmartani.

Ia mengatakan, warga saat ini sangat khawatir karena luapan air sudah masuk ke jalan dan mendekati permukiman.

"Warga cuma bisa melakukan antisipasi dengan membuat tanggul seadanya dan mengarahkan air agar kembali ke aliran sungai. Namun kami juga tidak yakin dengan tanggul darurat tersebut karena aliran banjir sangat deras dan menghanyutkan material dan pepohonan," katanya.

Sedangkan salah satu saksi mata Wicaksono mengatakan aliran banjir lahar dingin terjadi di Sungai Boyong, Desa Candibinangun, Pakem, Sleman.

"Banjir lahar terlihat mengalir cukup deras dengan membawa material yang berwarna pekat dan tercium bau belerang serta batang-batang pohon yang hanyut, bahkan karena derasnya aliran air tersebut jembatan di atas sungai Boyong ini sampai bergetar," katanya.

Sementara itu petugas dari TNI dan Polri melakukan penutupan sejumlah jalan di lereng Gunung Merapi khususnya yang berdekatan dan menyeberangi sungai yang berhulu di Gunung Merapi.

Namun masih banyak warga yang justru menonton banjir lahar dingin ini dan tidak mengindahkan peringatan dari petugas yang mengingatkan warga agar segera meninggalkan daerah aliran sungai.*


Genangi Lahan Pertanian

Lahar dingin Gunung Merapi yang mengalir di Kali Kuning, sejak Rabu (3/11) malam menggenangi satu rumah dan sejumlah lahan pertanian di Dusun Grogolan, Desa Umbulmartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman.

"Timbunan material lahar dingin ini akibat air yang melalui Sungai Kuning meluap karena badan sungai tidak mampu menampung lagi," kata warga setempat, Sumarno (55), di Ngemplak, Sleman, Kamis.

Menurut dia, air yang disertai lumpur dan pasir tersebut mulai meluap pada Rabu (3/11) sekitar pukul 18.00 WIB dan terus membesar hingga malam hari, dan menjelang tengah malam air mulai surut.

"Sebenarnya saat itu di sini hujan sudah mulai reda, namun ternyata di aliran Sungai Kuning justru meningkat menjadi deras dan pekat," katanya.

Menurut dia, air dari atas tersebut meluap dan menggenai lahan pertanian, rumah, serta jalan desa dengan ketebalan timbunan mencapai lebih dari 20 sentimeter.

Ia mengatakan, rumah yang terendam material tersebut milik Darmo Pawiro (90). "Air dan material pasir dan lumpur yang masuk ke dalam rumah cukup tinggi yakni mencapai lebih dari mata kaki orang dewasa. Beruntung saat kejadian pemilik rumah yang telah berusia lanjut tersebut telah diungsikan ke rumah saudaranya," katanya.

Pada Kamis siang, sejumlah warga sedang menggalian pasir yang memenuhi parit desa dan lahan pertanian.

"Sebenarnya ini merupakan pasir Merapi yang kualitasnya sangat bagus, sehingga warga kemudian menggali dan mengumpulkan pasir yang akan digunakan untuk memperbaiki parit yang rusak," katanya.

Banjir lahar dingin Gunung Merapi yang melalui aliran Sungai Kuning, Kamis sore, menyebabkan satu jembatan sepanjang 30 meter di Dusun Padasan Pakembinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, roboh.

Derasnya arus banjir lahar dingin langsung menggerus fondasi jembatan yang menghubungkan Dusun Padasan dan Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringanroboh, karena tidak mampu menahan derasnya terjangan air yang bercampur material vulkanik.

"Banjir ini sebenarnya sudah terjadi sejak Rabu (3/11) sore dan hari ini (Kamis) sempat surut, namun menjelang siang banjir lahar kembali datang dan langsung menghantam jembatan yang berada di sebelah dam hingga roboh," kata warga Dusun Padasan Wuryadi.

Ia mengatakan akibat robohnya jembatan mengakibatkan warga yang hendak melintas jembatan tersebut harus memutar sejauh sekitar 1,5 kilometer.

"Jembatan sudah roboh sehingga kini harus berputar sekitar 1,5 kilometer kalau mau ke Wukirsari. Robohnya jembatan disertai dengan tumbangnya sejumlah pohon di daerah aliran sungai yang terbawa arus material pekat kecokelatan," katanya.

Kalangan warga diminta menjauhi sejumlah sungai berhulu di Gunung Merapi yang terletak di wilayah perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah karena banjir lahar hingga kini masih terus berlangsung.

"Banjir lahar sudah terjadi. Kini mengarah ke beberapa tempat sehingga warga diminta waspada," kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral Surono.

Menurut dia, PVMBG belum bisa memprediksi sejauh mana lahar tersebut akan mengalir. "Kami belum bisa memprediksinya. Untuk itu warga agar mematuhi instruksi yang dikeluarkan pemerintah. Warga jangan mendekati badan sungai yang dialiri lahar dingin," katanya.

Surono belum bisa memperkirakan jarak banjir lahar gunung teraktif di Indonesia itu hingga berapa kilometer, namun langkah paling penting yang perlu dilakukan warga adalah mematuhi instruksi pemerintah agar terhindar dari anacaman bahaya tersebut.

"Merapi hingga kini masih terus mengeluarkan lava pijar namun karena cuaca mendung maka tidak terlihat secara visual. Erupsi Gunung Merapi pada tahun ini lebih besar dibandingkan pada 1997, 2001, dan 2006," katanya.


Siapkan Barak Baru

Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyiapkan barak pengungsian baru di Harjobinangun, Argomulyo, Lapangan Banjarsari Glagaharjo, Lapangan Candibinangun, dan lapangan Ngablak Bangunkerto.

"Penyiapan barak baru itu menindaklanjuti rekomendasi dari Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang perluasan radius bahaya dari 10 kilometer menjadi 15 kilometer dari puncak Merapi," kata Bupati Sleman Sri Purnomo di Pakem, Sleman, Kamis.

Menurut dia di Posko Utama Penanggulangan Bencana Merapi, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman juga telah menyiapkan kelengkapan barak berupa tenda, tempat mandi, cuci, dan kakus (MCK), hidran umum, dan 25 tanki air bersih.

Selain itu, juga menyiapkan gedung sekolah di sekitar lokasi barak pengungsian yang baru. Masyarakat juga menyatakan siap untuk menerima para pengungsi mandiri yang akan tinggal sementara di rumah-rumah penduduk.

Ia mengatakan, total jumlah pengungsi hingga kini mencapai 22.591 jiwa. Mereka ditempatkan di berbagai lokasi pengungsian.

Pengungsi di Desa Umbulharjo ditempatkan di Balai Desa Wukirsari sebanyak 1.400 jiwa, barak Kuaran (400), pondok pesantren (260), SD Kiyaran (200), GOR UII (360), rumah penduduk (350), dan panti sosial (200).

Pengungsi di Desa Kepuharjo ditempatkan di Balai Desa Umbulmartani sebanyak 1.500 jiwa, Balai Desa Wukirsari (400), Posko UII (100), dan rumah penduduk (750). Pengungsi di Desa Glagaharjo ditempatkan di balai desa setempat dan SD Muhammadiyah sebanyak 2.500 jiwa.

"Dengan perpindahan para pengungsi itu, barak-barak pengungsian yang sebelumnya digunakan para pengungsi kini telah dikosongkan yang meliputi barak Kepuharjo, barak Glagaharjo, Balai Desa Umbulharjo, SD Pandanpuro, dan Pusbang Muhammadiyah Ngipiksari," katanya.

Menurut dia, tidak ada penambahan kawasan rawan bencana. Namun, banyak warga di luar kawasan rawan bencana yang khawatir dengan perluasan radius bahaya menjadi 15 kilometer dari puncak Merapi, sehingga ikut mengungsi.

"Banyak warga yang sebenarnya tinggal di daerah yang tidak masuk kawasan rawan bencana ikut mengungsi, sehingga jumlah pengungsi menjadi bertambah," katanya.


Dapat Dipindah ke Rumah Warga

Pengungsi bencana Gunung Merapi dapat dipindahkan ke rumah warga di wilayah terdekat, tetapi aman, ketimbang berada di tempat pengungsian umum, karena untuk jangka lama tentu semakin merepotkan pemerintah.

"Selain itu, tinggal di barak maupun di bawah tenda pengungsian bisa mengganggu kesehatan pengungsi terutama anak-anak dan warga lansia. Oleh karena itu, perlu dipikirkan alternatif lain untuk menyediakan tempat pengungsian yang memadai, representatif, dan sehat bagi pengungsi, salah satunya adalah tinggal di rumah warga di wilayah terdekat, tetapi aman," kata pakar geologi dan mitigasi bencana geologi dari Universitas Gadjah Mada Agus Hendratno, di Yogyakarta, Kamis.

Gagasan memindahkan pengungsi dari tempat pengungsian umum ke rumah warga itu, menurut dia muncul setelah mengetahui perkembangan terakhir erupsi Merapi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi yang tampaknya tetap tinggi.

Ia mengatakan dengan kondisi Merapi seperti itu dikhawatirkan masa pengungsian akan lama, sehingga apabila pengungsi tetap ditampung di tempat pengungsian umum, dari berbagai sisi bisa merepotkan dan merugikan beberapa pihak.

Oleh karena itu, menurut Agus Hendratno, memindahkan pengungsi dari tempat pengungsian umum ke rumah-rumah warga di wilayah terdekat, tetapi aman, merupakan salah satu alternatif terbaik bagi semua pihak, khususnya pengungsi dan pemerintah.

"Teknis pelaksanaannya tentunya harus diawali dengan pendataan terhadap rumah warga yang akan dijadikan tempat penampungan sementara pengungsi Merapi, sehingga segala sesuatunya bisa disiapkan dengan cermat dan tepat," katanya.

Menurut dia, pendataan maupun hal-hal teknis lainnya terkait dengan gagasan itu jika akan diterapkan, tentunya dilakukan aparat pemerintah hingga ke tingkat paling bawah.

"Sedangkan mengenai bantuan, baik logistik berupa bahan pangan maupun obat-obatan serta barang-barang kebutuhan rutin lainnya bagi pengungsi, tetap disalurkan kepada mereka yang berhak, meskipun mereka telah ditampung di rumah warga, tidak lagi tinggal di tempat pengungsian umum," katanya.

Sementara itu, ribuan pengungsi bencana Merapi dari Desa Kepuharjo ditampung di rumah-rumah warga di Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, karena barak yang ada tidak mampu menampung mereka.

"Sekitar 2.000 lebih pengungsi dari Desa Kepuharjo, tadi malam mulai berdatangana di barak Desa Wukirsari. Namun karena barak di Wukirsari tidak mencukupi, akhirnya mereka ditempatkan di rumah-rumah warga setempat," kata koordinator barak pengungsi di Wukirsari Hamid, Kamis.

Menurut dia, pemindahan para pengungsi tersebut dilakukan pada Rabu (3/11) malam, setelah mereka mencium bau belerang yang membuat sesak napas, karena Merapi saat itu mengeluarkan awan panas terus menerus dalam waktu lama.

"Para pengungsi ketakutan dan memilih pindah ke barak pengungsi Wukirsari. Terpaksa pengungsi dari Kepuharjo kami tempatkan di rumah-rumah penduduk di tiga dusun, yaitu Dusun Ngemplak, Sampon, dan Sabrangwetan, karena barak Wukirsari sudah tidak mampu menampung pengungsi," katanya.

Ia mengatakan, sebelumnya jumlah pengungsi di barak Wukirsari mencapai sekitar 3.650 jiwa. (E013*V001*B015*ANT-158*H008*/K004)