Pages

Friday, April 23, 2010

Mutu CPO Indonesia

Sampel CPO dari 178 pabrik kelapa sawit (PKS) dari seluruh Indonesia telah dievaluasi dalam hal: asam lemak bebas, kadar air dan kotoran, kandungan karoten, DOBI dan bilangan iod. Sampel berasal dari propinsi Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara.
Kadar asam lemak bebas (ALB) pada sampel CPO Indonesia 3,15%, masih jauh di bawah batas maksimum menurut Standar Nasional Indonesia/SNI (5%). Kisaran kandungan ALB di setiap propinsi sudah di bawah 5% sesuai SNI kecuali untuk propinsi Lampung (4-97-5,34%), Kalimantan Barat (3,50-10,66%) dan Kalimantan Tengah (1,71-8,21%).
Kadar air dan kotoran pada sampel sesuai dengan persyaratan SNI (<0,5%) bahkan untuk semua sampel. Rata-rata kadar air dan kotoran adalah 0,03% pada kisaran 0,01-0,19%.
Kandungan karoten rata-rata sampel adalah 554 ppm, masih dalam kisaran yang sesuai dengan Codex Alimentarius (500 - 2000 ppm). Sekitar 16 PKS tidak menghasilkan CPO dengan kandungan di atas 500 ppm. CPO dari Sumatera Barat dan Kalimantan Barat rata-rata mengandung karoten di bawah 500 ppm, pada kisaran masing-masing 454-528 ppm dan 396-577 ppm.
Deterioration of Bleacheability Index (DOBI) sebagai rasio karoten terhadap produk oksidasi sekunder (dibaca di spektrofotometer UV-VIS), adalah parameter mutu penting dalam penggunaan CPO lebih lanjut dalam industri refinasi dan fraksionasi. Indonesia belum mempunyai standar untuk parameter DOBI, namun Malaysia merekomendasi PKSnya menghasilkan CPO dengan DOBI minimal 2,3. Sampel CPO Indonesia masih memiliki DOBI lebih rendah dari 2,3 (rata-rata 2,24, kisaran 0,9-3,0). Rata-rata DOBI lebih dari 2,3 ditemukan di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Tenggara.
Bilangan iodin, sama seperti DOBI juga digunakan untuk kepentingan pabrik refinasi dan fraksionasi karena berkaitan dengan rendemen minyak goreng yang diperoleh. Rata-rata bilangan iodin pada sampel adalah 51,10 (Kisaran 27,1-71,1), relatif sesuai dengan standar minimal pabrikasi minyak goreng yaitu 51. Bila Bilangan Iodin seharusnya lebih dari 51, sekitar 19% PKS tidak memenuhi persyaratan ini. (iopri)

No comments: