Pages

Thursday, March 25, 2010

PERILAKU HERBISIDA PADA TANAH

Herbisida dalam dunia pertanian saat ini telah mengalami kemajuan yang cukup pesat. Dalam era peningkatan mekanisasi dan program budidaya intensif ini, peran penggunaan herbisida dalam upaya meningkatkan hasil dan mengurangi biaya produksi semakin besar. Seperti kita ketahui bersama bahwa peran herbisida kini sangat penting dalam mengurangi jumlah gulma yang mengganggu tanaman utama. Dengan melakukan aplikasi herbisida secara teratur pada gulma di lahan kita , maka otomatis kita mengurangi biaya pembersihan gulma.

Namun demikian, penggunaan herbisida tersebut perlu mendapat perhatian yang serius mengingat pengendalian gulma secara kimiawi akan berhasil apabila herbisida tersebut selektif terhadap tanaman utama sekaligus ramah terhadap lingkungan. Dengan kata lain, aplikasi herbisida yang dilakukan haruslah bijaksana sehingga tidak hanya aman bagi tanaman namun juga sisa herbisida tersebut tidakmencemari lingkungan sekitar.

Berhati-hati menggunakan herbisida dalam pengendalian gulma merupakan hal yang penting baik itu untuk herbisisda pra-tumbuh maupun purna-tumbuh mengingat persistensi herbisida dalam tanah setiap jenisnya berbeda-beda. Apalagi kini sudah banyak macam ragam dan jenis herbisida yang beredar di pasaran dengan keunggulan dan kelemahan masing-masing. Persistensi merupakan kemampuan herbisida tetap berada pada tanah dalam keadaan tetap aktif. Informasi tentang persistensi pestisida sangat perlu agar penggunaannya dapat memberikan hasil sesuai yang diharapkan. Persistensi ini merupakan ekspresi positif dan negatif dari herbisida itu sendiri. Semakin lama persistensi herbisida dalam tanah, maka akan semakin menguntungkan bila ditinjau dari segi efikasinya. Namun apabila ditinjau dari segi ekologi yang dikaitkan dengan kualitas lingkungan, maka persistensi herbisisda yang terlalu lama tentunya merupakan hal yang tidak diinginkan dan harus dihindari karena akan mencemari lingkungan sekitar.

Herbisida adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan (gulma) yang menyebabkan penurunan hasil. Lahan pertanian biasanya ditanami sejenis atau dua jenis tanaman pertanian. Namun demikian tumbuhan lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut. Karena kompetisi dalam mendapatkan hara di tanah, perolehan cahaya matahari, dan atau keluarnya substansi alelopatik, tumbuhan lain ini tidak diinginkan keberadaannya. Herbisida digunakan sebagai salah satu sarana pengendalian tumbuhan “asing” ini.

Terdapat dua tipe herbisida menurut aplikasinya: herbisida pratumbuh (preemergence herbicide) dan herbisida pascatumbuh (postemergence herbicide). Yang pertama disebarkan pada lahan setelah diolah namun sebelum benih ditebar (atau segera setelah benih ditebar). Biasanya herbisida jenis ini bersifat nonselektif, yang berarti membunuh semua tumbuhan yang ada. Yang kedua diberikan setelah benih memunculkan daun pertamanya. Herbisida jenis ini harus selektif, dalam arti tidak mengganggu tumbuhan pokoknya.

Pada umumnya herbisida bekerja dengan mengganggu proses anabolisme senyawa penting seperti pati, asam lemak atau asam amino melalui kompetisi dengan senyawa yang “normal” dalam proses tersebut. Herbisida menjadi kompetitor karena memiliki struktur yang mirip dan menjadi kosubstrat yang dikenali oleh enzim yang menjadi sasarannya. Cara kerja lain adalah dengan mengganggu keseimbangan produksi bahan-bahan kimia yang diperlukan tumbuhan.

Contoh:

  • glifosfat (dari Monsanto) mengganggu sintesis asam amino aromatik karena berkompetisi dengan fosfoenol piruvat
  • fosfinositrin mengganggu asimilasi nitrat dan amonium karena menjadi substrat dari enzim glutamin sintase

Sejumlah produsen herbisida mendanai pembuatan tanaman transgenik yang tahan terhadap herbisida. Dengan demikian penggunaan herbisida dapat diperluas pada tanaman produksi tersebut. Usaha ini dapat menekan biaya produksi dalam pertanian berskala besar dengan mekanisasi. Contoh tanaman tahan herbisida yang telah dikembangkan adalah raps (kanola), jagung, kapas, padi, kentang, kedelai, dan bit gula.

Pemakaian herbisida menuai kritik karena menyebarkan bahan kimia yang berbahaya bagi tumbuhan bukan sasaran. Meskipun sebagian besar herbisida masa kini tidak berbahaya bagi manusia dan hewan, herbisida yang tersebar (karena terbawa angin atau terhanyut air) berpotensi mengganggu pertumbuhan tumbuhan lainnya. Karena itu, herbisida masa kini dibuat supaya mudah terurai oleh mikroorganisme di tanah atau air.

Kritik lainnya ditujukan pada pemakaian tanaman transgenik tahan herbisida tertentu. Meskipun dapat menekan biaya, teknologi ini bermotifkan komersial (meningkatkan penggunaan herbisida merek tertentu). Selain itu, teknologi ini dianggap tidak bermanfaat bagi pertanian non mekanik (pertanian dengan padat karya) atau berlahan sempit.

Dewasa ini penggunaan herbisida dibidang pertanian, kehutanan, perkebunan dan lingkungan tempat tinggal telah mengalami peningkatan yang signifikan dan menjadi bagian penting dari system pertanian modern. Bersama-sama dengan adopsi varietas unggul, penggunaan pupuk anorganik, perbaikan system pengairan, dan penggunaan alat-alat berat, penggunaan herbisida dan jenis pestisida lainnya telah memberikan kontribusi yang sangat penting terhadap peningkatan produktivitas pertanian.

Beberapa jenis pestisida yang banyak digunakan di lahan pertanian menggunakan bahan aktif 1,1′-dimetil-4,4′-bipiridin (paraquat) yang digolongkan sebagai herbisida golongan piridin yang bersifat kontak tak selektif dan dipergunakan secara purna tumbuh. Bahan aktif pada herbisida merupakan senyawa toksik yang keberadaannya dalam tanah (20 ppm) mampu menghambat pertumbuhan bakteri Azotobacter dan Rhizobium yang berperan dalam fiksasi nitrogen. Selain itu bahan aktif yang terkandung dalam herbisida juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri E coli dan alga di dalam tanah. Bahan aktif pada herbisida merupakan bagian dari kelompok senyawa bioresisten yang sulit terdegradasi secara biologis.

Bahan aktif pada herbisida relatif stabil pada suhu, tekanan serta pH yang normal, sehingga memungkinkan untuk tinggal lebih lama di dalam tanah. Bahan aktif ini juga mudah larut dalam air sehingga memungkinkan untuk tercuci oleh air hujan atau air irigasi sehingga dapat mencemari lingkungan atau system perairan.

Absorbsi dan desorbsi herbisida oleh permukaan padatan tanah diketahui sebagai proses penting yang mampu mempengaruhi perilaku herbisida di dalam tanah dan lingkungan. Ketika senyawa herbisida kontak dengan tanah, baik karena aplikasi, terjatuh, atau tertumpah, atau karena terbawa oleh air hujan dan irigasi, sebagian akan tertahan dan tertinggal di dalam tanah melalui proses absorbsi, sebagian lagi akan berada di dalam air diantara partikel-partikel tanah.

Absorbsi ini mampu menurunkan konsentrasi senyawa herbisida didalam larutan tanah sehingga menghalangi mobilitas senyawa tersebut menuju system perairan. Senyawa herbisida yang terabsorbsi bersifat pasif, tidak tersedia untuk proses fisik, kimia, maupun biologi sampai terjadinya desorbsi. Bahan organic tanah diketahui sebagai komponen tanah yang mempunyai peranan sangat penting dalam proses absorbsi dan desorbsi herbisida di dalam tanah dan lingkunan.

Absorbsi herbisida sangatdipengarui oleh luas permukaan absorben. Semakin luas permukaan absorben semakin tinggi kemungkinan terjadi absorbsi karena semakin banyak site yang tersedia untuk permukaan absorbsi.

Herbisida merupaan pestisida kationik dengan kelarutan di dalam air sangat tinggi. Bahan aktif yang terkandung dalam herbisida merupakan pestisida kationik (divalent), sehingga berpotensi mengalami pertukaran kation di dalam tanah. Ion paraquat dapat bereaksi dengan lebih dari satu ion COO- koloid organic tanah. Paraquat akan bereaksi dan diikat oleh dua gugus reaktif koloid organic tanah, mungkin oleh ion COO-, fenolat O-, kombinasi keduanya, atau kombinasi salah satu ion tersebut dengan radikal bebas. Semakin tinggi kandungan bahan organic tanah, semakin tinggi kandungan gugus reaktif yang dimilikinya, semakin tinggi jumlah herbisida yang terabsorbsi.

Interaksi bahan organic terlarut dengan herbisida memungkinkan ia bertindak sebagai agen pembawa herbisida dan mencegah absorbsi herbisida oleh fase padat. Keberadaan bahan organic terlarut mampu menurunka absorbsi atrazin dan promertrin oleh tanah dan meningkatkan transport senyawa tersebut menuju system perairan. Peningkatan bahan organic tanah diikuti peningkatan bahan organic tanah terlarut sehingga menurunkan absorbsi herbisida oleh permukaan bahan organic tanah.

Adanya hubungan yang kompleks antara herbisida, tanah, iklim maupun organisme yang berada di dalam tanah merupakan penyebab terjadinya keragaman persistensi herbisida dalam tanah. Oleh karena itu agar penggunaannya sesuai dengan yang diharapkan dan efek negatifnya terhadap lingkungan dapat ditekan maka pemahaman akan faktor-faktor yang mempengaruhinya perlu mendapat perhatian antara lain sebagai berikut:

A. Dekomposisi mikroorganisme dan bahan organik tanah

Dekomposisi (penguraian) herbisida dalam tanah dapat terjadi apabila herbisida itu telah lama berada dalam tanah sebelum terabsorbsi oleh akar gulma. Dekomposisi ini sangat tergantung pada jenis herbisidanya, ada yang sukar dan ada pula yang mudah terurai. Herbisida organik merupakan herbisida yang mudah terurai karena menyediakan sumber karbon bagi mikroorganisme tanah.

Kandungan bahan organik tanah merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pada tanah yang memiliki kandungan bahan organik cukup tinggi maka populasi mikroorganisme akan meningkat sehingga proses dekomposisipun akan meningkat. Proses dekomposisi oleh mikroorganisme tanah dipengaruhi oleh mineral nutrien, temperatur, pH, kandungan air dan oksigen dalam tanah. Apabila aerasi tidak berjalan normal, pada tanah yang kering dan dingin maka proses dekomposisi akan berjalan lambat.

B. Jumlah herbisida yang diabsorbsi koloid tanah

Di dalam tanah, herbisida berada dalam larutan tanah atau akan diabsorbsi (diserap) oleh koloid tanah. Komponen tanah yang paling utama dalam menentukan persistensi herbisida adalah kandungan liat tanah. Kandungan liat dengan tipe 2 :1 mempunyai kemampuan mengabsorbsi lebih besar dibandingkan 1 : 1. Artinya, pada tanah yang memiliki kandungan liat lebih banyak akan lebih mudah mengabsorbsi herbisida dibandingkan tanah yang memiliki kandungan pasir dan liat yang sama.

C. Penguapan

Penguapan merupakan proses hilangnya herbisida pada tanah. Sebenarnya yang dimaksud hilang disini adalah terjadi proses fisik dari cair menjadi gas atau yang disebut penguapan. Hilangnya herbisida yang menguap bersama bahan aktifnya secara langsung maupun tidak akan mengurangi daya fitotoksisitasnya. Proses penguapan itu sendiri dipengaruhi oleh kelarutan herbisida dalam air, daya absorbsi tanah, kelembaban tanah, keasaman tanah dan suhu.

D. Pencucian

Pencucian merupakan suatu proses merembesnya herbisida ke tempat yang lebih dalam atau berpindahnya herbisida tersebut dari tempat semula. Proses pencucian ini tergantung pada kelarutan herbisida dalam air, jumlah air yang merembes ke lapisan bawah dan hubungannya dengan kemampuan absorbsi tanah.

E. Fotodekomposis

Proses fotodekomposis tidak jauh berbeda dengan dekomposis mikroorganisme, hanya saja perbedaan yang mendasar adalah proses penguraian senyawa kimia herbisida tersebut menjadi senyawa lain disebabkan oleh cahaya matahari. Faktor-faktor yang mempercepat proses foto dekomposisi ini adalah suhu permukaan yang tinggi, kegiatan mikroorganisme, reaksi kimia yang terjadi dalam tanah dan absorbsi oleh tanah.

F. Vegetasi

Vegetasi merupakan kelompok tanaman/tumbuhan yang menutupi permukaan tanah. Dalam hal ini vegetasi tergantung dari tanaman yang dibudidayakan. Hubungan antara vegetasi dengan persistensi herbisida dapat digambarkan sebagai berikut : Ketersediaan herbisida bagi vegetasi tergantung pada jumlah herbisida dalam larutan tanah serta laju transportasi melalui aliran massa. Maka dalam proses ini air memegang peranan yang sangat penting Selain air, kerapatan, jenis vegetasi dan fase pertumbuhan juga menentukan bagaimana tanggapan vegetasi tersebut terhadap pestisida.

G. Jenis herbisida

Diantara beberapa faktor yang ada, mungkin inilah yang paling dapat kita kontrol karena kita dapat memilih herbisisda jenis apa yang cocok sekaligus aman bagi tanaman. Struktur molekul kimia dari suatu herbisida akan menentukan persistensinya dalam tanah. Dengan bahan aktif yang beragam tentu saja membuat herbisida yang ada di pasaran saat ini memiliki daya persistensi yang berlainan pula. Secara umum menurut Kearney dalam Dad Resiworo (1992), kelompok herbisida yang mempunyai perstensi paling rendah sampai nilai paling tinggi berturut-turut adalah sebagai berikut:

1.Kelompok organofosfat
2. Kelompok karbamat, asam alifatik
3. Kelompok fenoksi, tolouidin, nitril
4. Kelompok asam benzoat, amida
5. Kelompok urea, triazin , pikloram

Berdasarkan uraian di atas maka tidakkah lebih bijaksana apabila kita menyeleksi dan mengetahui secara jauh bagaimana sifat-sifat suatu herbisida sebelum kita menggunakannya. Pemikiran tersebut dimaksudkan agar selain kita bisa menggunakan herbisida yang tepat sasaran, dan efektif serta selektif tetapi juga dalam jangka panjang hasil aplikasi herbisida tersebut tidak menyebabkan pencemaran yang lebih besar lagi. Karena semakin banyak kita mencemari lahan pertanian kita, maka tingkat produktivitas dan kualitas lahan tersebut semakin lama semakin menurun.-raditya.aj-