Ringkasan - Jumlah Pengungsi Merapi di Jateng Membludak
Ribuan warga beristirahat di pendopo kabupaten setelah tempat pengungsiannya tertutup oleh abu vulkanik letusan Gunung Merapi meletus di Manisrenggo, Klaten, Jumat (5/11). (ANTARA/Akbar Nugroho Gumay)

Semarang (ANTARA News) - Jumlah pengungsi di Kabupaten Klaten, Boyolali, dan Magelang, Jawa Tengah, kian membeludak setelah pemerintah menetapkan perluasan kawasan rawan bencana letusan Merapi hingga radius 20 kilometer dan hingga Minggu malam jumlahnya sekitar 225.000 jiwa.

Warga rawan letusan Gunung Merapi terus mendatangi lokasi pengungsian, termasuk di daerah perkotaan, yang dinilai lebih memberi rasa aman dan jaminan hidup selama mereka meninggalkan kampung halaman.

Selain karena kesadaran warga sendiri, keberadaan tim evakuasi juga menjadikan semakin banyak warga di daerah bahaya mulai meninggalkan desa dan kampung halamannya untuk mengungsi.

Di Kabupaten Klaten, misalnya, ruang-ruang kantor pemerintah sejak tiga hari lalu disesaki para pengungsi. Pemerintah daerah sendiri sudah mulai kewalahan mengatasi jumlah pengungsi yang terus bertambah.

Bukan saja karena faktor dukungan tenaga dan dana yang terbatas, penyediaan tempat untuk para pengungsi juga menjadi masalah pelik setelah karena sebelumnya tidak pernah terpikirkan bahwa jumlah pengungsi akan sebanyak ini.

Menurut data Pemerintah Kabupaten Klaten, jumlah pengungsi pada Minggu sore tercatat 66.457 jiwa.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Tengah mencatat jumlah pengungsi letusan Gunung Merapi di Kabupaten Boyolali, Klaten, dan Magelang hingga Minggu malam tercatat 224.250 jiwa.

Jumlah tersebut termasuk sekitar 2.772 penduduk Kota Magelang yang juga harus diungsikan, kata Kepala BPBD Jawa Tengah Jarot Nugroho.

Rinciannya, di Kabupaten Magelang sebanyak 102.353 jiwa, Kabupaten Klaten 58.482 jiwa, dan Boyolali 60.643 jiwa.

Menurut dia, jumlah pengungsi tersebut mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa hari terakhir, menyusul aktivitas Merapi yang juga semakin meningkat.

Pada pendataan hari Sabtu (6/11), jumlah penduduk yang mengungsi sekitar 116 ribu jiwa. Hari Minggu ini tercatat sudah meningkat menjadi lebih dari 224 ribu jiwa," katanya.

"Eksodus warga terus berlangsung hingga membuat pemkab kesulitan mencari lokasi pengungsian tambahan yang aman bagi para pengungsi," kata Koordinator Posko Induk Pengungsian Klaten, Joko Rukminto, Minggu.

Pemkab Klaten sebelumnya hanya memprediksi sebanyak 5.727 pengungsi yang berlokasi di radius 10 kilometer dari puncak Merapi, namun seiring dengan perluasan daerah rawan bencana hingga radius 20 km, maka jumlah pengungsi menjadi 15 kali lipat dari perkiraan.

Menurut Joko, pemetaan lokasi pengungsian untuk ditempati warga tidak dapat dilakukan secara sembarangan.

"Pemkab harus melihat fasilitas pendukung pengungsian seperti tempat mandi cuci kakus, di samping mempertimbangkan luasnya lokasi," katanya.

Beberapa gedung yang berada di kawasan Kota Klaten seperti Pendopo Pemkab, Gelanggang Olahraga Gelarsena, dan Markas Komando Pendidikan dan Latihan Tempur telah dihuni ribuan pengungsi.

Hindari Bangunan Sekolah

Namun, Joko menambahkan, pihaknya sedapat mungkin menghindari gedung sekolah sebagai tempat pengungsian agar kegiatan belajar mengajar di Klaten harus terus berlangsung.

"Sementara ini, balai desa dan rumah penduduk menjadi alternatif tempat mengungsi warga," katanya.

Hingga Minggu siang, telah terdata persebaran 66.457 pengungsi di sebanyak 90 titik lokasi di 16 kecamatan di seluruh Klaten.

Tidak hanya berasal dari Kabupaten Klaten, para pengungsi juga berasal dari Boyolali dan Sleman, DI Yogyakarta.

Dengan demikian, lanjut dia, permasalahan lainnya yang dihadapi pemkab adalah pendistribusian logistik serta pengondisian dapur umum.

"Persebaran pengungsi di 16 kecamatan tersebut membuat pemkab sulit memberikan pemenuhan kebutuhan dasar seperti makanan," katanya.

Meskipun menurut Joko, persediaan logistik di Klaten tercukupi dengan datangnya bantuan dari berbagai pihak.

"Bahkan warga yang berada di luar zona aman 20 kilometer ikut mengungsi karena ketakutan terkena dampak langsung erupsi Merapi," katanya.

Dari Boyolali dilaporkan, relawan mengaku kesulitan mendata para pengungsi yang tersebar di beberapa titik tempat pengungsian karena warga masih sering berpindah-pindah tempat.

Akibatnya, penanganan logistik jumlahnya sering selisih, kata Agus Wiyono, anggota DPRD Boyolali yang juga sebagai relawan, Minggu.

Relawan yang mendata jumlah pengungsi di tempat pengungsian, sebelumnya sekitar 8.000 jiwa, tetapi karena warga banyak berpindah ke tempat lain, jumlahnya sangat sulit dipastikan.

"Pengungsi sering berpindah-pindah untuk mencari keluarganya. Padahal, mereka sudah didata di tempat pengungsian sebelumnya. Ini yang membuat kacau soal logistik," kata Agus.

(A030/M028/S026)